Piring Berkelanjutan: Di Mana Teknologi Bertemu Makanan, Keuangan, dan Emisi

Pada 28 Oktober 2024, Ideafest mengumpulkan para pemimpin pemikiran untuk membahas topik mendesak: “Piring Berkelanjutan.” Insan Syafaat dari PISAGRO membuka diskusi dengan menyoroti peran vital pertanian dalam ketahanan pangan Indonesia. Meskipun sektor ini menunjukkan ketahanan dan memberikan kontribusi signifikan terhadap lapangan kerja, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mencapai ketahanan pangan, seperti yang ditegaskan oleh Indeks Ketahanan Pangan Global (GFSI).

Dengan skor GFSI sebesar 60, Indonesia berada di peringkat keempat di ASEAN, jauh di bawah Singapura yang menduduki posisi teratas meskipun memiliki sumber daya pertanian yang terbatas. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan penting: Bagaimana kita bisa meningkatkan ketahanan pangan kita?

Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia telah meluncurkan beberapa inisiatif yang bertujuan untuk mendiversifikasi sumber pangan dan meningkatkan ketahanan secara keseluruhan. Pembentukan Badan Pangan Nasional dan Badan Gizi Nasional menandai langkah penting ke depan, dengan program seperti B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) yang bertujuan untuk perbaikan nyata hingga tahun 2045. Namun, seperti yang disampaikan oleh Syafaat, hanya menciptakan inisiatif ini tidaklah cukup; perubahan yang nyata memerlukan tindakan dan komitmen.

Inklusi keuangan bagi para petani muncul sebagai hambatan signifikan. Banyak petani yang kekurangan akses terhadap teknologi dan sumber daya modern yang dapat meningkatkan produktivitas mereka. Tanpa mengatasi kesenjangan ini, sektor pertanian berisiko stagnasi. Selain itu, Syafaat memperingatkan bahwa mempertahankan praktik pertanian tradisional dapat mengakibatkan proyeksi yang mengkhawatirkan, yaitu lebih dari 1.356 gigaton emisi gas rumah kaca pada tahun 2100. Angka ini menjadi panggilan untuk bertindak, mendesak perhatian segera pada praktik berkelanjutan.

Diskusi berlanjut ke panel yang dimoderatori oleh Indra Sari Wardhani dari Coaction Indonesia, di mana para ahli membagikan wawasan mereka tentang strategi inovatif untuk meningkatkan ketahanan pangan. Nurdana Pratiwi dari Econusa menerangi tantangan yang dihadapi di Indonesia Timur, di mana penggunaan lahan yang berkelanjutan sangat penting bagi komunitas lokal. Organisasinya mendukung komunitas ini dalam mengoptimalkan lahan mereka untuk produksi pangan, menunjukkan bahwa solusi lokal dapat memberikan hasil yang signifikan.

Cindi Shandoval dari Pinaloka Siak menambah kedalaman percakapan dengan membagikan pengalamannya di Siak, di mana 57% area terdiri dari lahan gambut. Ia telah memulai proyek pariwisata berkelanjutan yang tidak hanya mempromosikan masakan lokal tetapi juga menciptakan peluang ekonomi melalui inisiatif Heritage Dining, membuktikan bahwa budaya dan keberlanjutan dapat berjalan seiring.

Saniy Priscilla dari Pratisara Bumi Foundation menekankan pentingnya menggabungkan praktik pertanian tradisional dan modern untuk memastikan keberlanjutan sambil meminimalkan dampak lingkungan. Integrasi ini bukan hanya menguntungkan; ia sangat penting untuk masa depan pertanian di Indonesia.

Rama Manusama dari Katalys Partners membawa gagasan kapitalisme yang bertanggung jawab dalam pertanian, menegaskan bahwa solusi inovatif sangat penting untuk mendukung petani kecil, yang merupakan tulang punggung sektor pertanian. Pandangan ini selaras dengan yang disampaikan oleh Reihan Adilla dari Agrilabs, yang menyoroti peran teknologi iklim dalam memberdayakan petani kecil. Dengan memanfaatkan metode berbasis data, para petani dapat mengoptimalkan hasil panen mereka dan menghadapi tantangan yang dihadapi akibat perubahan iklim.

Vivi Laksana dari Equatora Capital menutup panel dengan membahas pentingnya pendanaan hijau. Ia berpendapat bahwa tanpa kesiapan investasi, praktik pertanian berkelanjutan akan kesulitan untuk berkembang. Keterhubungan antara keuangan dan keberlanjutan ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan di mana inovasi pertanian dapat tumbuh.

Saat diskusi di Ideafest mendekati akhir, kesimpulannya jelas: menangani keberlanjutan dalam pertanian dan ketahanan pangan bukan sekadar pilihan, tetapi suatu keharusan. Jalan ke depan memerlukan upaya bersama dari pemerintah, komunitas lokal, dan sektor swasta untuk mengembangkan solusi praktis dan inovatif.

Indonesia memiliki potensi besar untuk secara signifikan meningkatkan ketahanan pangan. Dengan memanfaatkan teknologi, mendorong keterlibatan masyarakat, dan memanfaatkan sumber daya lokal, kita dapat memastikan bahwa sektor pertanian kita tidak hanya tahan banting tetapi juga berkelanjutan dan inklusif. Waktunya untuk tindakan yang tegas adalah sekarang. Masa depan ketahanan pangan kita bergantung pada ini.