Membangun Ekonomi Berkelanjutan Melalui Hilirisasi Berbasis Sumber Daya Hayati untuk Indonesia Emas 2045
Transformasi Ekonomi: Hilirisasi Sumber Daya Alam Hayati yang Restoratif
Indonesia menargetkan 45-50% realisasi investasi pada tahun 2024 dari sektor hilirisasi, tidak hanya di sektor pertambangan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 mengungkapkan potensi ekonomi dari sektor lingkungan hidup dan kehutanan mencapai Rp 220 Triliun pada tahun 2022. Potensi ini bisa meningkat jika dikelola melalui hilirisasi yang menghasilkan produk dan jasa bernilai tambah tinggi, sejalan dengan agenda pembangunan Indonesia dalam ekonomi hijau, biru, dan bioekonomi.
Potensi Hilirisasi:
-
Sumber Pangan: Indonesia memiliki 500 varietas sumber pangan yang dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi, seperti obat-obatan, kosmetik, makanan & minuman, dan material baru.
-
Contoh Kasus: Senyawa aktif dracorhodin dari buah Jernang (dragon blood) digunakan dalam industri farmasi untuk antimikroba dan antivirus, dihargai sekitar USD 2,9 per mg atau Rp 100 miliar per kilogram.
-
Kelas Konsumsi Tinggi: Dengan populasi sekitar 70 juta orang dalam kelas konsumsi tinggi, Indonesia memiliki pasar domestik yang besar untuk produk berkualitas tinggi. Hilirisasi yang tepat dapat memenuhi kebutuhan ini sekaligus mendukung pasar domestik.
Pendongkrak Daerah & Desa: Rantai Nilai Terintegrasi untuk Hilirisasi
Komoditas strategis seperti kopi, kakao, kelapa, dan rempah-rempah memiliki potensi besar untuk ekonomi Indonesia. Pengembangan produk olahan bernilai tambah dari komoditas ini bisa menghasilkan nilai ekonomi mencapai USD 82 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan penjualan komoditas mentah sebesar USD 8,5 miliar.
Rantai Nilai Terintegrasi:
-
Kolaborasi Antar Usaha: Penghubungan antara badan usaha di sentra produksi, badan usaha dengan kemampuan hilirisasi bernilai tinggi, dan badan usaha yang fokus pada akses pasar, melalui rantai nilai terintegrasi.
-
Tantangan: Usia tanaman tua mengurangi produktivitas, sehingga diperlukan penanaman kembali (replanting) untuk meningkatkan suplai bahan baku.
-
Keterlibatan Masyarakat Adat: Pendekatan hilirisasi yang melibatkan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam pengelolaan lestari dan restoratif dapat menjaga integritas produk dan jasa yang dihasilkan.
Studi Kasus:
KULAKU Indonesia: Wirausaha sosial yang bekerja dengan lebih dari 500 petani kelapa di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, memproduksi dan mengolah kelapa dengan prinsip berkelanjutan.
Bangkitnya Potensi Kewirausahaan Berdampak dan Lapangan Kerja
Hilirisasi berbasis sumber daya alam hayati dapat menggerakkan ekosistem kewirausahaan berdampak di Indonesia, yang telah berkembang hampir dua dekade. Pada tahun 2020, Indonesia memiliki lebih dari 300.000 pelaku usaha yang mengembangkan bisnis untuk menyelesaikan masalah lingkungan dan sosial.
Potensi Kewirausahaan Berdampak:
-
Sektor Terkait: Mayoritas pelaku usaha berdampak bergerak di sektor pertanian/perkebunan, perikanan, industri kreatif, dan pendidikan.
-
Lapangan Kerja: Potensi pertumbuhan lapangan kerja mencapai 42% per tahun, dengan potensi tambahan 1,8 juta tenaga kerja di sektor green jobs pada tahun 2030.
Apa selanjutnya?
Untuk memanfaatkan peluang transformasi ekonomi lewat pendekatan bioekonomi, ekonomi hijau, dan ekonomi biru, pemerintah Indonesia perlu memprioritaskan beberapa hal:
-
Pasokan Komoditas Strategis yang Berkualitas:
-
Dukungan kebijakan, pendanaan, dan teknis untuk memastikan ketersediaan komoditas berkualitas sesuai prinsip pertanian regeneratif atau agroforestri.
-
-
Pendataan Petani & Peningkatan Kapasitas Produksi Komoditas Strategis:
-
Pengembangan sistem nasional untuk mendata petani dan kapasitas produksi komoditas dalam rantai pasok perdagangan global.
-
Sistem ini harus mencakup semua komoditas strategis dengan nilai tambah tinggi untuk hilirisasi.
-
Dengan diversifikasi hilirisasi berbasis alam mencakup sektor pertanian dan perkebunan, Indonesia dapat menyeimbangkan hilirisasi sektor ekstraktif. Hilirisasi sumber daya alam hayati yang dikelola dengan prinsip restoratif tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi dan menjaga kelestarian alam tetapi juga menciptakan lapangan kerja serta peluang kewirausahaan yang berkelanjutan.